Ada beberapa pengkaji al-Razi yang menyinggung pemikiran al-Razi dalam perspektif spiritualismenya. Meskipun tidak sebanyak pengkaji yang menyoroti dimensi rasionalnya. Diantara yang menaruh perhatian dalam kajian spiritualisme al-Razi adalah Judah Muhammad Abu al-Yazid al-Mahdi. Terkait perspektif ini, al-Mahdi menuliskannya dalam buku al-Ittijah al-Shufi 'Inda Aimmah Tafsir al-Qur'an al-Karim.
Buku ini adalah kompilasi tokoh-tokoh tafsir. Sudut pandang yang diambil adalah dimensi tasawufnya. Ada lima tokoh tafsir yang dimuat dalam buku ini. Diantaranya adalah Fakhruddin al-Razi.
Selain al-Mahdi, Ahmad Mahmud Jazzar juga menulis buku yang mengurai dimensi tasawuf al-Razi. Buku tersebut diberi judul Fakhruddin al-Razi wa al-Tashawwuf.
Sebagaimana al-Mahdi, Walid Munir ketika memberi kata pengantar buku Fakhruddin al-Razi wa Mushannafatuhu, karya Thaha Jabir al-'Alwani, menyatakan bahwa dimensi tasawuf dari ragam dimensi pemikiran al-Razi justru jarang dilirik oleh para pengkajinya. Meskipun dalam tulisannya, Munir menilai bahwa dimensi rasional al-Razi justru lebih dominan daripada semangat spiritualnya. Namun, menurutnya, al-Razi terus berusaha sekuat tenaganya agar antara rasiinal dan spiritual yang ada dalam dirinya bisa seimbang.
Terlepas dari apa yang menjadi penilaian Munir, Bathas Kubra Zadah dalam Miftah al-Sa'adah wa Mishbah al-Siyadah justru menyatakan sebagai berikut:
وَاعْلَمْ أَنَّ الإِمَامَ كَانَ مِنْ زُمْرَةِ الفُقَهَاءِ ثُمَّ إِلْتَحَقَ بِالصُّوْفِيَّةِ فَصَارَ مِنْ أَهْلِ المُشَاهَدَةِ وَصَنَفَ التَّفْسِيْرَ بَعْدَ ذٰلِكَ وَمَنْ تَأَمَّلَ فِيْ مَبَاحِثِهِ وَتَصَفُّحِ لَطَائِفِهِ يَجِدُ فِيْ أَثْنَاءِهِ كَلِمَاتِ اَهْلِ التَّصَوُّفِ مِنَ الأُمُوْرِ الذَّوْقِيَّةِ
"Ketahuilah, bahwa al-imam (Fakhruddin al-Razi) pada mulanya tergolong dalam lingkaran fuqaha (ahli fiqh). Namun kemudian setelah ia bersinggungan dengan para pelaku tasawuf, akhirnya al-Razi menjadi pengikut tasawuf. Ia menulis tafsirnya setelah periode ini (setelah memasuki dunia tasawuf). Siapaun yang memperhatikan dengan seksama pembahasan-pembahasan dalam tafsir al-Razi, maka ia akan menemukan pernyataan-pernyataan tokoh-tokoh tasawuf terkait problematika intuitif".
Dalam penjelasan Zadah, al-Razi pada akhirnya memilih untuk menjadi pelaku suluk. Sebuah jalan untuk menuju Tuhan dengan menggunakan konsep pembersihan hati dan diri dalam terminologi sufistik. Sebelumnya, al-Razi telah memberi penilaian bahwa apa yang dilakukan oleh orang-orang tasawuf adalah cara yang baik dan benar. Pernyataan ini sebagaimana yang ia tuliskan dalam bukunya yang berjudul I'tiqadat Firaq al-Muslimin wa al-Musyrikin.
Bagi al-Razi, upaya untuk menjelaskan kelompok-sekte yang terjadi dalam tubuh umat islam tanpa menyertakan atau mengulas tentang kelompok sufisme ada kesalahan besar. Menurutnya:
إِعْلَمْ أَنَّ اَكْثَرَ مَنْ قَصَّ فِرَقَ الأُمَّةِ لَمْ يَذْكُرْ الصُوْفِيَّةَ وَذٰلِكَ خَطَأٌ لِأَنَّ حَاصِلَ قَوْلِ الصُّوْفِيَّةِ أَنَّ الطَّرِيْقَ إِلَى مَعْرِفَةِ اللّٰهِ تَعَالَى هُوَ التَّصْفِيَّةُ وَالتَّجَرُّدُ مِنَ العَلَائِقِ البَدَنِيَّةِ وَهٰذَا طَرِيْقٌ حَسَنٌ
"Ketahuilah. Bahwa mayoritas penulis yang menjelaskan tentang sekte-sekte dalam tubuh umat islam tidak menjelaskan tentang kelompok sufisme. Ini adalah kesalahan. Sebab, kesimpulan dari pernyataan ahli tasawuf adalah bahwa jalan untuk bisa mengetahui Allah adalah dengan cara membersihkan diri dan memutus mata rantai dari hal-hal yang bersifat duniawi. Dan ini adalah langkah atau cara yang bagus".
Perihal masuknya al-Razi dalam dunia tasawuf, menurut al-Mahdi, adalah karena pengaruh dari Najmuddin al-Kubra dan Ibnu 'Arabi. Apabila kita sebentar menengok jauh kebelakang, setelah belajar kepada ayahnya, al-Razi belajar kepada Majduddin al-Jili, salah satu sahabat dari murid al-Ghazali, Muhammad bin Yahya. Disinilah al-Razi bersinggungan dengan Syuhrawardi al-Maqtul. Sebagaimana yang disebutkan oleh Khanjir Hamiyyah, Syuhrawardi al-Maqtul adalah bapak filsafat iluminatif (abb hikmah isyraqiyyah). Hanya saja, asumsi yang terakhir ini tidak perlu kita baca sebagai alasan mengapa al-Razi memilih untuk bergabung dalam barisan tasawuf.
Hanya saja, al-Razi justru melakukan sumpah tasawufnya (talqin) kepada Majduddin al-Baghdadi, murid spiritual dari Najmuddin Kubra.
Oleh: A. Ade Pradiansyah
(Penikmat Kajian Pemikiran Fakhruddin al-Razi)
Ciputat, 29 Januari 2021